RENUNGAN JUPITER

Keikhlasan itu umpama seekor semut hitam, di atas batu yang hitam, di malam yang amat kelam.

Gema Sebuah Hati

Posted by jupiter pada November 12, 2007

Gema Sebuah Hati
Monday, November 12, 2007
Oleh: Jupiter

Tahu tidak? Sepuluh tahun yang lalu, aku pernah merasa bangga atas segala perbedaan yang aku rasakan ini. Dari perbedaan yang aku miliki, aku bisa mendapatkan kebahagiaan yang tidak pernah bisa aku dapatkan dari pasangan yang seharusnya.

Namun setelah hubunganku yang sudah aku jalani selama 9 tahun kandas, karena masuknya pihak ketiga yang disyahkan secara hukum/agama/norma, kebanggaan itu memudar. Aku harus pasrah dan menerima kenyataan, untuk di duakan dan disyahkan juga menjadi kekasih gelapnya (meminjam lagu barunya Ungu). Aku bahkan mulai merasa tersiksa dengan segala perbedaan yang ada.

Awalnya aku bisa menerima dengan lapang, segala keputusan partner untuk menerima pinangan dari seseorang yang menginginkan tubuhnya dengan dalih untuk membantu mengatasi masalah kami. Saat itu dengan berlinang air mata, dia mengatakan kalau orang itu hanya bisa memiliki tubuhnya, sementara hati dan jiwanya seutuhnya tetap dia persembahkan hanya untukku.

Meski dengan berat hati, akhirnya aku sepakat untuk membagi partner dengan sosok orang penolong tersebut. Rasa sayangku yang begitu besar terhadap partner, membuat aku tidak tega melihat partner mulai merasa tersiksa dengan tatapan dan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan dari keluarga besar kami.

Setelah setahun berjalan, keadaan berubah menjadi mulai gerah. Pihak ketiga penolong kami, diam-diam mulai curiga dan mempermasalahkan kedekatan kami, yang sebetulnya selalu kami jaga di depan dia dengan bersikap biasa (Layaknya sepasang sahabat yang tidak ada embel atau ikatan apa-apa).

Mungkin aroma Lesbian yang ada di dalam diri memang terlalu kuat. Sehingga dengan segala cara dia mulai mencoba memisahkan kami. Melalui bantuan keluarga besar dan orang-orang ‘Pintar’, dia mulai memberikan segala macam ramuan/jampi-jampi/pembersihan diri pada partner, agar bisa lupa dan bahkan jadi membenci diriku.

Bulan pertama, ke dua dan ke tiga, segala usaha mereka belum menampakkan hasil. Meski porsi bertemu kami terpaksa harus dikurangi, namun hati kami tetap bisa selalu dekat. Aku selalu bisa merasakan apapun yang terjadi pada partner, begitu juga sebaliknya.
Menginjak bulan keempat, partner mulai menampakkan gelagat yang berbeda. Perlahan tapi pasti sikapnya mulai berubah dingin. Dia tidak lagi menganggap aku orang yang special. Dia mulai merasa wajib mengikuti segala aturan yang diterapkan oleh pasangan syahnya tersebut. Keberadaanku mulai di abaikan. Partner mulai menganggap aku sebagai orang luar yang sama sekali tidak perlu diprioritaskan. Aku menyadari aku mulai kehilangan dirinya.

Hilang sudah gairah dan semangat kerjaku. Perlahan aku mulai menarik diri dari pergaulan. Hari-hari selanjutnya aku habiskan dengan berbagai penyesalan dan ribuan pertanyaan dalam diri yang tidak pernah aku temukan jawabannya. Untuk menjalani kehidupan seperti yang sudah di jalani oleh partner, aku sama sekali sudah tidak berminat.

Genap satu tahun, akhirnya aku putuskan untuk memusatkan segala kosentrasiku pada kesembuhan penyakit yang di derita bunda. Aku nekad mencampakkan pekerjaan yang sudah hampir 13 tahun telah menjadi sandaran kelangsungan hidupku. Aku tinggalkan kota yang penuh dengan kenangan tersebut, dan kembali ke kota kelahiran dengan membawa hati yang sudah tidak utuh lagi.

***
Saat ini, rasa pedih di hatiku memang sudah terobati. Aku sudah menemukan seseorang yang bisa menerima keberadaanku apa adanya. Aku benar-benar menyayangi dia melebihi rasa sayangku pada diri sendiri. Namun kenyataan yang harus aku hadapi tidak jauh berbeda dengan kenyataan bersama mantan partnerku yang dulu. Aku tetap saja harus rela untuk berbagi, karena status kekasih telah lebih dahulu terikat dalam satu norma yang dulu telah memporak porandarkan hubunganku dengan mantan partner.

Akh… mungkin memang sudah garis hidupku untuk terus berbagi. Satu yang berbeda dari kekasih, dia bisa memberikan aku satu harapan. Kalau pada suatu hari nanti, segala kebahagiaan kami bisa dipersatukan. Semoga harapan ini tidak menjadi harapan kosong semata. Semoga aku diberikan satu kekuatan yang lebih, sehingga aku bisa tetap kuat menjalani hari-hari sendiriku, sampai akhirnya aku bisa meraih segala impian masa depan kami. Inilah gema sebuah hati.

Hatiku.

*Dedicated to my beloved partner

@Jupiter, SepociKopi, 2007

Tinggalkan komentar